Tampilkan postingan dengan label TNI AD. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label TNI AD. Tampilkan semua postingan

Performer UH-60M Black Hawk, Calon Mainan Baru untuk Kavaleri Udara TNI AD

Performer UH-60M Black Hawk, Calon Mainan Baru untuk Kavaleri Udara TNI AD


Kabar rencana TNI AD untuk mengakuisisi helikopter angkut sedang UH (Utility Helicopter)-60 Black Hawk telah berhembus sejak tahun 2012 silam, namun baru di akhir Februari lalu, jenis Black Hawk yang akan dipinang mulai jelas variannya, maklum keluarga Black Hawk lansiran Sikorsky Aircraft (Lockheed Martin Company) terdiri dari beragam varian. Dan merujuk ke pernyataan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Mulyono dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo di beberapa media nasional, maka yang bakal didatangkan adalah UH-60M Black Hawk.

Oleh pabrikannya, varian UH-60M diberi label sebagai “Multi Mission Performer” dan dipastikan ini adalah salah satu varian terbaru dan termutakhir dari keluarga Black Hawk. Sikorsky Aircraft mulai memproduksi varian UH-60M pada tahun 2006, AD AS (US Army) menggadang UH-60M untuk menggantkan varian lawas UH-60A yang sudah mengudara sejak dekade 80-an. Apa yang baru di UH-60M? Pihak Sikorsky menyebut helikopter twin engine ini sudah dilengkapi dengan airframe baru, advanced digital avionics dan sistem propulsi yang lebih powerful. Dengan beragam peningkatan yang ditawarkan, UH-60M ditawarkan lebih garang untuk mendukung misi angkut taktis, combat SAR, penyerbuan udara, command and control, medical evacuation, aerial sustainment, hingga peran sebagai fire fighting.

UH-60M Black Hawk
UH-60M Black Hawk 
Sebagai helikopter untuk misi tempur di garis depan, UH-60M dibekali proteksi balistik pada tail rotor blades-nya. Mengusung desain monolithic, UH-60M menawarkan kemampuan handling dan kendali lebih baik dari varian-varian sebelumnya, termasuk disini adanya fitur active vibration control. Sebagai helikopter angkut, UH-60M punya kabin dengan ukuran panjanh 3,8 meter, lebar 2,3 meter, dan tinggi 1,3 meter. Secara keseluruhan kabin dan bagasi di heli ini punya volume masing-masing 11.2m³ and 0.5m³.
Untuk fasilitas pada kokpit mengandalkan teknologi glass cockpit dengan basis fly by wire Common Avionics Architecture System (CAAS). Dalam dashboard kokpit terdapat empat unit mission display dari Rockwell Collins yang menyajikan situational awareness. Masih seputar avionik, sistem GPS dipasok oleh Honeywell dengan dual GPS inertial (EGI) navigation system. Kemudian electronic flight management systems dipasok Marconi.
Soal dapur pacu, UH-60M disokong dua mesin General Electric T700-GE-701D, dibanding varian lama, di UH-60M plat cover mesin dibekali proteksi balistik untuk menahan terjangan proyektil. Setiap mesin mampu menghasilkan tenaga 2.974 kW, dan dengan dalam kondisi darurat, mesin tunggal dapat menghasilkan tenaga 1.447 kW. Dari segi performa, UH-60M mampu melaju dengan kecepatan maksimum 511 km per jam, dan kecepatan jelajah 280 km per jam.
Dengan konfigurasi standar, Black Hawk bisa membawa hingga 11 pasukan. Namun dengan konfigurasi khusus, UH-60M bisa disulap menjadi helikopter serbu dengan racikan senjata jenis rudal anti tank AGM-114R Hellfire dan roket Hydra 70. Senjata paling populer di UH-60 bisa disebut berupa dua pucuk Gatling M134 Minigun kaliber 7,62 yang ditempatkan pada jendela dibelakang kokpit.
UH-60M sudah masuk kelas helikopter battle proven, pasalnya sudah malang melintang digunakan AS dalam Perang di Irak dan Afghanistan. Sampai saat ini UH-60M masih dalam proses produksi, mengingat AD AS total mengorder 956 unit dan diperkirakan pesanan baru dituntaskan pada tahun 2026.
Bagaimana dengan UH-60M yang ingin diakuisisi TNI AD? Mengingat belum ada kontrak pengadaan, maka belum diketahui berapa unit yang akan didatangkan untuk melengkapi arsenal Puspenerbad. Bila memang nantinya UH-60M ‘berjodoh’ untuk TNI AD, maka Indonesia bakal menjadi negara kedua setelah Thailand sebagai pengguna UH-60M di kawasan Asia Tenggara. Berapa harga satu unit UH-60M Black Hawk? Situs fi-aeroweb.com menyebut pada tahun 2015 harga total untuk satu unitnya mencapai US$16,96 juta, harga ini belum termasuk kelengkapan paket senjata. (Bayu Pamungkas)
Spesifikasi UH-60M Black Hawk:
  • Power Plant: 2x General Electric T700-GE-701D
  • Length: 19,8 meter
  • Height: 5,1 meter
  • Rotor Diameter: 16,4 meter
  • Weight (Empty): 4.819 kg
  • Maximum Takeoff Weight (MTOW): 9.979 kg
  • Capacity: Internal: 11 combat-equipped troops or 6 stretchers;
  • Speed:280 km/h
  • Rate of Climb: 3,6 m/s
  • Service Ceiling: 4.627 meter
  • Range: Ferry: 2.224 km
  • Combat Radius: 593 km
  • Crew: Four (two pilots and two crew chiefs)

Sumber : http://www.indomiliter.com/

Pesawat Jet VIP Puspenerbad TNI AD

Pesawat Jet VIP Puspenerbad
 TNI AD


Posisinya berjarak sekitar 200 meteran dari lokasi diparkirnya pesawat angkut berat RAF (Royal Air Force) Airbus A400M Atlas di Lanud Halim Perdanakusuma, Senin (6/3/2017). Ditengah fokus perhatian orang pada sosok tambun A400M, ada pesawat jenis light business jet yang menarik perhatian, dibalut cat warna putih hijau, dan bertuliskan “TNI AD Indonesian Army” plus logo Puspenerbad dengan nomer A9208, pesawat ini memang mengundang keingintahuan, terlebih tak disangka bahwa Puspenerbad ternyata punya pesawat jet bisnis yang tergolong mewah.
Beechcraft 390 Premier I Puspenerbad TNI AD
Beechcraft 390 Premier I Puspenerbad TNI AD 

Pesawat yang kemudian diketahui berjenis Beechcraft 390 Premier I ini bukan digunakan untuk misi intai, tidak terlihat perangkat elektronik yang berkaitan pada fungsi ECM (Electronic Counter Measure). Namun pesawat denga twin engine ini terbilang sangat khusus, pasalnya memang difungsikan Pimpinan TNI AD untuk menjalankan tugas inspeksi ke beberapa daerah. Sebagai pesawat yang biasa dianaki penumpang VIP, Beechcraft 390 Premier I dengan kabin yang kecil hanya bisa membawa 6 – 7 penumpang. Sementara kru pesawat bisa satu atau dua orang.
Beechcraft 390 Premier I diproduksi Hawker Beechcraft Corporation. Pesawat ini terbilang ringan, bobot kosongnya 3.719 kg dan bobot maksimum saat take off disebut hanya 5.670 kg. Untuk membawa efek ringan, komponen pada fuselage pesawat dibangun dari bahan high-strength composite, carbon fiber/epoxy honeycomb. Dapur pacu Beechcraft 390 Premier 1 dipasok mesin 2 × Williams FJ44-2A turbofan, yang tiap mesinnya mampu menghasilkan tenaga 10.23 kN. Didapuk untuk mengantarkan perwira tinggi TNI AD, Beechcraft 390 Premier I dapat melesat dengan kecepatan maksimum 854 km per jam pada ketinggian 10.060 meter. Kecepatan jelajahnya sendiri ada di level 683 km per jam.
Dengan komposisi satu pilot dan empat penumpang, jet eksekutif ini dapat terbang sejauh 2.648 km. Sementara ketinggian mengudara maksimum 12.500 meter.
Merujuk ke awal kehadirannya, Beechcraft 390 mulai dirancang pada tahun 1994 dengan kode proyek PD-374 (PD – Preliminary Design). Kemudian wujud mockup-nya pertama kali diperlihatkan ke publik pada acara tahunan National Business Aviation Association Convention pada September 1995. Sejak saat itu pembangunan prototipe dimulai pada akhir 1996. Jenis Premier I prototipe-nya diluncurkan pada
19 Agustus 1998 dan penerbangan pertama pada 22 Desember 1998. Setelah empat prototipe dibuat, FAA akhirnya mengeluarkan sertifikat untuk Beechcraft 390 Premier pada Maret 2001.
Selain digunakan oleh petinggi TNI AD, pesawat sejenis juga terbilang laris manis dioperasikan beberapa perusahaan charter jet di Indonesia. (Gilang Perdana)
Spesifikasi Beechcraft 390 Premier I :
  • Crew: 1-2
  • Capacity: 6-7 passengers
  • Length: 14,02 meter
  • Wingspan: 13,56 meter
  • Height: 4,67 meter
  • Wing area: 22,95 meter
  • Empty weight: 3.627 kg
  • Max. takeoff weight: 5.670 kg
  • Powerplant: 2 × Williams FJ44-2A turbofan (10.23 kN) each
  • Maximum speed: 854 km/h
  • Range: 2,648 km
  • Service ceiling: 12.500 meter

Sumber : http://www.indomiliter.com/

V-150 Commando, Panser Andalan Yonkav 7 yang Kenyang Perang

V-150 Commando
V-150 Commando 

Biarpun TNI AD terus mendatangkan beragam jenis panser baru untuk mencapai kekuatan esensial minimum, panser beroda ban V-150 yang menjadi tulang punggung Batalyon Kavaleri 7 Sersus (Panser Khusus) masih belum terdengar akan diganti.
Panser yang kenyang akan asam garam pertempuran ini sudah mencicipi perang di Timor-timur, Aceh, dan Papua. Seluruh trouble spot di dalam negeri sudah mendapat ‘sentuhan’ garangnya panser yang sering disebut ‘mobil setan’ oleh awaknya ini.
V-150 sendiri merupakan hasil pengembangan dan kawin silang dari panser V-100 dan V-200 buatan perusahaan Cadillac Gage.
V-100 dibeli oleh Polisi Militer AD AS untuk kendaraan pengaman konvoi di Vietnam. Sedangkan V-200 adalah model ekspor yang ditawarkan sebagai produk militer komersial.
V-150 menjadi model tengah yang memanfaatkan desain V-100 dengan mesin dan transmisi yang lebih bertenaga.
Desain lambungnya sudah mengadopsi V-hull yang antiranjau membuatnya tahan dari ledakan ranjau yang sudah dibuktikan tidak hanya sekali-dua kali oleh prajurit Kavaleri TNI AD.
Uniknya, kisah pembelian V-150 sendiri justru berasal dari inisiatif Kolonel (Polisi) Jusuf Chuseinsaputra saat berkunjung ke Amerika Serikat (AS) pada tahun 1970-an.
Saat itu ia sedang mencari panser pengganti M8 Greyhound milik Brimob. Dalam kunjungannya ia meminta dicarikan informasi terkait panser V150 buatan Cadillac Gage. Informasi tersebut kemudian dibawa kembali ke Indonesia.
Panglima ABRI saat itu, Jenderal M. Panggabean, tertarik pada V-150 karena harganya yang terjangkau. TNI AD saat itu juga mempertimbangkan panser roda rantai M113 yang berjaya di Vietnam, tetapi harganya waktu itu terlalu mahal.
Pemerintah Indonesia pun melakukan pendekatan intensif ke AS agar diijinkan untuk dapat membeli V-150. Presiden Soeharto pun melakukan pendekatan khusus kepada Menlu AS Henry Kissinger. Jenderal M. Panggabean juga terus bernegosiasi dengan Dubes AS untuk Indonesia David Newsom.
Hasilnya, AS setuju untuk mendanai melalui program pembiayaan FMS (Foreign Military Sales) di tahun anggaran 1974 yang berbunga lunak.
Cadillac Gage kemudian menunjuk PT. Sunda Karya sebagai agen di Indonesia untuk mengurus administrasi dan menjadi penghubung dengan TNI AD.
Biaya yang dibutuhkan untuk membeli V-150 seluruhnya bernilai USD 7,9 juta. Pemerintah AS setuju jumlah total V-150 yang dibeli oleh TNI AD adalah 58 unit.
Jumlah ini cukup untuk menjadi modal membentuk satu Batalyon, dalam hal ini Yonkav 7 Sersus yang berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur.
Dari total 58 unit, 46 unit di antaranya adalah varian dengan kubah sederhana yang bersenjatakan dua pucuk senapan mesin M60. Sementara 12 unit sisanya tampil dengan kubah yang mengusung kanon 90mm L28 Mecar gun yang merupakan kanon dengan alur (rifled).
Kanon 90 mm ini merupakan kanon bertekanan rendah. Performanya mirip dengan kanon Cockerill MkIII yang kemudian mempersenjatai tank ringan Scorpion 90.
Uniknya, pemerintah AS bertindak selaku end user yang mewakili pemerintah Indonesia dalam proses sertifikasi kubah dan kanon Mecar yang dibeli dari Belgia.
Dari total 58 unit itu, empat unit dialokasikan untuk satuan Paspampres sebagai kendaraan escape Presiden Soeharto dan keluarga dalam kondisi darurat.
Pemindahan ke istana ini dilakukan secara diam-diam. Pasalnya, AS secara eksplisit tidak setuju apabila V-150 digunakan menjaga istana. Mereka khawatir panser itu akan digunakan untuk menembaki massa apabila terjadi demonstrasi terhadap pemerintah.
V-150 mulai dikapalkan dari AS ke Indonesia pada tahun 1975. Penampilan perdana V-150 di depan publik terjadi dalam parade hari ABRI 5 Oktober 1976.
Saat itu V-150 bergabung dengan sejumlah alutsista lain yang juga baru diperkenalkan ke publik, seperti OV-10 Bronco, Fokker F-27 Troopship, dan CASA-212.
Tak lama setelahhnya, V-150 pun dikapalkan ke Timor-timur untuk melaksanakan misi tempur menumpas Fretilin. Palagan Timor-Timur inilah yang menjadi pembuka lembaran awal sejarah panjang kiprah V-150 di Indonesia. Aryo Nugroho
Sumber : http://angkasa.co.id/

Sat-81 Kopassus, Tak Gunakan Kata “Gultor”

Sat-81 Kopassus,  Tak Gunakan Kata “Gultor”

Kopassus selama ini dikenal memiliki satu unit pasukan khusus yang memiliki spesialisasi penanganan teror. Pasukan itu dikenal dengan Sat-81 Penanggulangan Teror (Gultor).
Menelisik jauh ke belakang, Sat-81/Gultor berdiri pada dekade 1980-an atas prakarsa dari L.B. Moerdani yang saat itu menjadi salah satu dedengkot pasukan khusus dan TNI. Konon, pasukan ini dibentuk dengan latar belakang kasus pembajakan pesawat DC-9 Woyla Garuda Indonesia nomor penerbangan 206 di bandara Don Muang Thailand tahun 1981.
Luhut Binsar Pandjaitan dan Prabowo Soebianto didapuk menjadi Komandan dan Wakil Komandan pertama Sat-81/Gultor. Mereka dikirim ke Grenzschutzgruppe-9 (GSG-9) di Jerman untuk menjalani spesialisasi teror. Sekembalinya ke Indonesia, mereka bertugas merekrut anggota yang kelak menjadi penerus Sat-81/Gultor.


Sat-81 Kopassus
Sat-81 Kopassus 

Namun, tahukah Anda jika saat ini Sat-81 tidak lagi menggunakan nama Penanggulangan Teror atau Gultor di belakang namanya? Seorang perwira menengah di Sat-81 menceritakan alasan penghapusan “brand” Gultor ini secara khusus kepada Angkasa dan Commando.
Tanpa menyebut tanggal pasti, ia menyebutkan bahwa nama Gultor di Kopassus sudah dihilangkan sejak beberapa tahun yang lalu. Sehingga saat ini nama resminya adalah Sat-81 Kopassus.
“Alasannya, sejak terjadinya serangan bom 2001 (teror gedung WTC di Amerika Serikat), pola teror sudah berubah sama sekali. Perubahan ini tentu merubah seluruh kemampuan kami,” ungkapnya.
Sejak saat itu, anggota Sat-81 dilatih ulang dan diberi kemampuan lebih banyak, tidak hanya sekadar penanggulangan teror.
“Saya tidak bisa sebut apa kemampuan lain yang kami latihkan. Tapi yang jelas, kami sekarang tidak hanya spesialisasi di kasus penanggulangan teror, tapi juga di beberapa hal lain,” tambahnya.
Jika dilihat bersama, kasus-kasus terorisme saat ini jelas jauh berbeda dengan aksi teror di dekade 80 dan 90-an. Di masa itu, pola teror lebih banyak menyandera masyarakat sipil, meminta adanya transaksi untuk menebus para sandera.
Sebuah aksi teror di masa itu bisa memakan waktu berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Pelaku teror pun cenderung lebih sabar dan membuka kran perundingan.
Walau aksi-aksi yang konvensional itu masih ada, namun aksi teror saat ini cenderung dikerjakan soliter dan dalam tempo yang sesingkatnya.
“Kebanyakan tidak ada lagi tawan-menawan sampai berhari-hari. Dalam waktu sekian jam kalau tidak dituruti sandera langsung dibunuh. Atau malah langsung membunuh saja tanpa ada permintaan apa-apa,” tambah perwira tersebut.
Inilah yang mendasari TNI AD, dalam hal ini Kopassus, untuk mengubah pelatihan penanganan teror dan menambah kemampuan lain pada anggota Sat-81.
Meski tidak ingin membuka apa kemampuan lebih Sat-81 Kopassus saat ini, namun sang perwira memberikan satu bocoran.
“Cyber war (peperangan siber) sudah kami mulai walau masih sangat awal,” jelasnya. Remigius Septian
Sumber : http://angkasa.co.id/

TNI AD Pakai Kubah CT-CV 105

TNI AD Pakai Kubah CT-CV 105


Korps Kavaleri TNI AD memiliki panser kanon generasi pertama, Alvis FV601 Saladin yang mengandalkan kanon L5A1 76 mm. Jasa panser lawas ini cukup banyak, termasuk mengamankan ibu kota Jakarta dari amukan massa perusuh Malari 1974.
Hari-hari kejayaan Saladin jelas sudah berlalu. Walaupun sejumlah Saladin pernah menjalani retrofit di Bengpuspalad, Bandung, Jawa /Barat, namun sudah tentu dari segi teknologi dan persenjataan sudah pasti ketinggalan.

Pandur II FSV 8x8 TNI AD
Pandur II FSV 8x8 TNI AD 
Sebagai penggantinya, Kementerian Pertahanan sudah memesan panser kanon Badak 90 mm buatan Pindad. Namun baru-baru ini terbetik kabar bahwa TNI AD juga mengincar panser 8×8 Pandur II buatan Austria, Ceko, atau Portugal.
Ada tiga negara yang disebutkan karena memang ketiga negara tersebut membuat Pandur II di negaranya berdasar lisensi Steyr-Puch Austria. TNI AD sendiri memesan Pandur II dari Excalibur Army yang merupakan agen pemasaran General Dynamics Land Systems.
Dari 4 unit Pandur II yang dipinang TNI AD, dua unit dikabarkan merupakan panser kanon kaliber 105 mm NATO dan sisanya menggunakan kanon 30mm.
Pandur II didesain selayaknya kendaraan tempur 8×8 pada umumnya, dengan hull terbuat dari baja dengan proteksi dasar berupa kemampuan untuk menahan hantaman proyektil 7,62 mm NATO.
Desain hull milik Pandur II memiliki siluet yang ramping dan ketinggian yang rendah. Untuk dapat diangkut oleh pesawat sekelas C-130 Hercules, seluruh sistem senjata dan add on armor Pandur II harus dilepas terlebih dahulu. Jika tidak, jangan harap varian 105mm Pandur II bisa dibawa oleh Herky.
Pandur II sendiri menggunakan mesin diesel Cummins ISC350 yang menyemburkan daya sebesar 285 tenaga kuda. Mesin ini dikawinkan dengan sistem transmisi ZF 6HP 602C dengan transfer box dua langkah.
Mesin tersebut didesain sudah dalam power pack bersama sistem transmisi sehingga dapat diganti dalam waktu hanya 30 menit.
Suspensi pada Pandur II didesain independen untuk dapat memberikan kenyamanan maksimal bagi penumpangnya. Dua sumbu terdepan dapat dibelokkan dan ditambah dengan sistem auxiliary control brake yang memperlambat putaran roda di sisi dalam ketika berbelok. Sistem ini juga dapat memperkecil radius putaran kendaraann untuk bermanuver di jalanan sempit.
Sejatinya, Pandur II varian kanon 105 mm dikawinkan dengan kubah OTO Melara HITFACT 105 mm bagi kebutuhan AD Portugal. Siapa nyana, ternyata terjadi masalah dengan kemampuan mitigasi recoil dari hull. Akhirnya Portugal tidak jadi mengakuisisi varian kanon Pandur II.
Pilihan berikutnya untuk integrasi kubah dijatuhkan kepada CMI Defence, Belgia dengan produknya CT-CV 105. Kubah ini juga sudah dipilih untuk proyek medium tank PT. Pindad-FNSS sehingga seharusnya tidak menjadi masalah apabila nantinya Pandur II versi kanon akan diakuisisi dalam jumlah besar.
Menurut sumber penulis, ranpur kanon Pandur II sudah dipastikan akan mengusung kubah CT-CV dengan kanon 105mm beralur (rifled).
Untuk konfigurasi kubahnya, CMI memutuskan menggunakan dua awak saja, plus sistem autoloader untuk CT-CV 105 sehingga beban awak bisa berkurang.
Meriamnya menggunakan ulir dan sudah mengikuti standarisasi NATO, sehingga mampu melontarkan seluruh munisi 105mm NATO. Sistem kubahnya sendiri dibuat secara modular, dengan kemampuan standar proteksi NATO 4569 STANAG 3 (7,62x51mm AP, 150 meter).
Ada opsi applique plate yang dapat dipasang sesuai kebutuhan untuk meningkatkan proteksinya sampai ke level STANAG 4 dan bahkan ke STANAG 5 (25mm NATO AP) sehingga mampu bertahan dari serangan kendaraan tempur dengan kanon tembak cepat.
Kanon Cockerill 105HP (High Pressure) pada kubah CT-CV memiliki tahanan tekanan maksimal sebesar 120% dari yang dimiliki oleh meriam L7 standar. Artinya, CT-CV 105HP dapat digunakan untuk melontarkan munisi yang menghasilkan tekanan lebih besar (dengan mesiu khusus), untuk menghasilkan kecepatan luncur proyektil yang lebih besar pula.
Kecepatan yang lebih besar akan bermanfaat untuk meningkatkan daya penetrasi, khususnya pada munisi APFSDS. Efeknya tentu saja adalah performa munisi 105 mm yang mendekati kinerja munisi 120 mm generasi awal.
Excalibur Army sendiri kabarnya sudah menggandeng PT. Pindad untuk skema joint production apabila TNI AD menyatakan puas terhadap performanya dan akan melanjutkan pembelian.
Sejumlah opsi seperti pembuatan dalam bentuk assembly CKD kit sampai dengan full assembly atau pembuatan penuh di PT. Pindad bisa saja dilakukan. Syaratnya, jumlah yang dibeli memenuhi kriteria dan jumlah minimum. Kita tunggu saja perkembangannya. Remigius Septian
Sumber : http://angkasa.co.id/

Pangdam IM Cek Kesiapan Menembak Meriam 155 mm/KH 179 Howitzer

Pangdam IM Cek Kesiapan Menembak Meriam
 155 mm/KH 179 Howitzer

Pangdam Iskandar Muda Mayjen TNI Tatang Sulaiman memastikan langsung kesiapan prajurit Batalyon Artileri Medan 17 Komposit/ Rencong Cakti jelang latihan menembak Meriam 155 mm/KH 179 Howitzer buatan Korsel.
Meriam jenis tarik (towed) tersebut memiliki spesifikasi munisi kaliber 155 mm dengan lebar 243 cm, tinggi 277 cm dan memiliki elevasi maksimum 68,6. Dimana jarak tembak munisi type H.E sejauh 18.100 meter dan munisi type RAP sejauh 30.100 meter.
Meriam 155 mm/KH 179 Howitzer
Meriam 155 mm/KH 179 Howitzer 

Rencananya penembakan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) tersebut akan dilaksanakan pada tanggal 8 Maret 2017 di wilayah Bener Meriah Kabupaten Aceh Tengah.
“Kedatangan saya kesini adalah untuk mengecek kesiapan dari anggota Yonarmed 17 Komposit dan Alutsista Meriam munisi kaliber 155 mm yang rencananya akan diuji tembakan pada tanggal 8 Maret 2017 nanti, di wilayah Bener Meriah Kab. Aceh Tengah,” kata pangdam saat melakukan penembakan munisi hampa meriam 105 mm di Markas Yonarmed 17 Komposit yang berada di Laweung Gampong Cit Padang Nila, Muara Tiga, Pidie, Jumat (3/3).
Menurut Pangdam latihan ini penting bagi prajurit (Yonarmed 17 Komposit) dalam rangka meningkatkan kemampuan guna menumbuhkan rasa percaya diri dan keyakinan diri serta sikap berani pantang menyerah dari seorang prajurit Armed.
“Prajurit Armed itu membutuhkan keterampilan yang bagus. Keterampilan yang bagus itu didapat dari latihan,” ungkapnya.
Disinggung oleh Pangdam IM bahwa saat ini Kodam IM tengah berupaya mewujudkan “Sanggamara Bangkit“. Menurut Jenderal berbintang dua tersebut bahwa ada dua indikator tercapainya Sanggamara Bangkit, yakni pertama tidak ada pelanggaran dan kedua tingkatkan prestrasi (latihan).
Dalam kunjungannya Pangdam IM didampingi oleh Asops Kasdam IM Kolonel Inf Bambang Sujarwo, Asintel Kolonel Inf Hendriadi, Kapaldam IM Kolonel Cpl Arief dan Dandim 0102/ Pidie Letkol Inf Usik Samwa Parana. (Pendam IM)
Sumber : https://tniad.mil.id/

Dua Sistem Pemandu Pada Rudal Arhanud TNI

Dua Sistem Pemandu Pada Rudal Arhanud TNI

Karena punya fungsi untuk mengejar dan menghancurkan pesawat tempur, maka tak heran bila rudal hanud (pertahanan udara) diciptakan untuk melesat dengan kecepatan supersonic, sebagian dari Anda mungkin sudah mahfum dengan nama-nama rudal hanud, terlebih dengan yang telah dioperasikan oleh TNI. Dan untuk lebih mengenal tentang rudal hanud, pada artikel kali ini kami kupas tentang dua mahzab sistem pemandu yang berlaku dalam dunia rudal hanud. Masing-masing punya karakter dan keunggulan tersendiri, bergantung pada situasi, kondisi, dan jenis sasaran yang dihadapi.
Rudal Mistral besutan MBDA
Rudal Mistral besutan MBDA 

Bo Almqvist, Vice President, Strategic Business Project Dynamics Saab India, dalam suatu kesempatan di Aero India 2017 menyebutkan, bahwa pada prinsipinya ada dua platform sistem pemandu (guidance) yang digunakan dalam rudal hanud. Pertama adalah radar atau IR (Infra Red) homing missiles, dan Kedua adalah Command to Line of Sight Systems. Rudal dengan pemandu radar atau IR (Infra Red) homing missiles, jamak ditemui pada rudal hanud jarak dekat dan sebagian besar rudal MANPADS (Man Portable Air Defence System). Disini dicirikan penempatan sensor pemandu berada pada bagian depan rudal. Rudal dengan jenis ini pun sudah digunakan TNI sejak beberapa tahun, diantaranya rudal Mistral besutan MBDA, rudal QW-3 produksi China Aerospace Science and Industry Corporation (CASIC), dan rudal Chiron lansiran LIG Nex1 yang digunakan Denhanud Paskhas TNI AU.
Sementara yang kedua, sistem pemandu dengan Command to Line of Sight Systems, dicirikan penempatan sensor pemandu berada pada bagian belakang rudal. Rudal jenis ini pun sudah bukan sesuatu yang asing bagi TNI, seperti Arhanud TNI AD yang mengoperasikan rudal VSHORAD (Very Short Air Defence System) RBS-70 MK2 produksi Saab, rudal ini tidak bersifat fire and forget, melainkan bekerja dengan cara dipandu (diarahkan) lewat teknologi laser ke sasaran yang dikehendaki. Masih dari perusahaan yang sama, rudah hanud BAMSE (Bofors Advanced Missile System Evaluation) yang juga sempat ditawarkan ke Indonesia, juga mengadopsi pemandu Fire Control Radar (FCR) Automatic Command to Line Of Sight (ACLOS). Bedanya bila RBS-70 adalah VSHORAD dengan jarak tembak maksimum 8 km, sedangkan BAMSE bisa menghajar sasaran hingga jarak 25 km.
Lantas bagaimana dengan nama-nama rudal lainnya yang tak kalah sangar, seperti S-300, Sky Dragon 50, dan NASAMS, menggunakan sistem pemandu yang manakah mereka? Dan bila ditelaah dari cara kerjanya, maka kecenderungannya mengarah pada sistem pemandu jenis pertama. Lantas apa yang menjadi keunggulan sistem pemandu jenis kedua, yakni Command to Line of Sight Systems. Bo Almqvist menyebut bahwa opsi yang dipilih Saab pada jenis pemandu tersebut karena dianggap lebih tahan terhadap jamming, kemudian ada kemampuan self destruction, dan presisi yang lebih tinggi pada pengenaan sasaran.
Dalam pemahanan di dunia rudal hanud bisa ditekankan, bahwa pada sistem pemandu radar atau IR (Infra Red) homing missiles, main intelligent system berada pada rudal. Sebaliknya pada sistem pemandu Command to Line of Sight Systems, main intelligent system berada di ground system (pada pengendali di darat). Yang jelas diantara kedua sistem pemandu punya keunggulan tersendiri, maka tak heran bila pihak user, seperti Arhanud TNI AD mengadopsi dua sistem pemandu pada arsenal rudal hanud yang dimiliki saat ini. (Haryo Adjie)
Sumber : http://www.indomiliter.com/

Sistem Senjata Yon Armed 1 Kostrad TNI AD

Sistem Senjata Yon Armed 1 Kostrad TNI AD


The Man Behind Gun, Suatu filosofi yang sangat cocok bagi prajurit Artileri Kostrad. Sebagus-bagusnya Alutsista yang dimiliki akhirnya kembali ke personel yang mengawaki. Untuk itu prajurit Kostrad sebagai Satuan pemukul strategis senantiasa selalu belajar dan berlatih guna meningkatkan kemampuan dan kesiapan tempurnya. Modernisasi Alutsista TNI terus dilakukan untuk mencapai Minimum Esensial Force (MEF). Salah satu sistem senjata (sista) yang handal dengan teknologi modern, MLRS Astros II MK6 buatan Brasil turut memperkuat Satuan Kostrad yang diawaki oleh Batalyon Artileri Medan 1 Kostrad. Kehadiran senjata hebat ini makin menambah kekuatan TNI untuk menjaga dan melindungi wilayah kedaulatan NKRI.
MLRS Yon Armed 1 Kostrad TNI AD
MLRS Yon Armed 1 Kostrad TNI AD 

Secara nyata Alutsista MLRS memiliki keunggulan pada jarak capai roket, teknologi multi kaliber, daya hancur (firepower), dan teknologi interchangeable antar platform Ranpurnya. Astros sudah teruji di medan tempur sebenarnya dalam masa perang Iran-Irak tahun (1984-1987) digunakan oleh Angkatan Darat Irak dan Perang Teluk (1990-1991) digunakan oleh Angkatan Darat Saudi Arabia. Dengan terujinya sistem senjata di medan pertempuran dapat menunjukkan bukti otentik bahwa sistem senjata tersebut memiliki kapabilitas yang handal pada kondisi perang sesungguhnya. Dalam dua perang ini, Astros dengan teknologi multi launcher dan multi kaliber dalam single Platform merupakan salah satu faktor penentu kemenangan bagi negara yang menggunakannya.
Dihadapkan dengan tipologi wilayah Indonesia, yang terdiri atas pulau-pulau dan medan yang berupa pergunungunan maka diperlukan mobilitas dan adaptabilitas terhadap kondisi medan dan cuaca. Astros II memungkinkan untuk dapat diangkut oleh pesawat C-130 Hercules ke trouble spot di wilayah NKRI. Sedangkan kemampuan daya tahan yang dimiliki oleh Astros II terdapat pada pressurized cabin mampu untuk melindungi awaknya dari pengaruh senjata kimia dan biologi.
Melihat sosok kendaraan Fire Control Unit (AV-UCF). Sista Astros II telah dilengkapi dengan teknologi trajectography radar pada kendaraan Fire Control Unit (AV-UCF) yang berfungsi sebagai sarana pengkoreksi jatuhnya munisi pada tembakan jarak jauh (fire adjustment over target). Teknologi tersebut hingga saat ini hanya dimiliki oleh Astros II dengan kemampuan radar menjejak lintasan munisi roket hingga lebih dari 100 km. Peluncur roket Astros II dapat digunakan untuk melaksanakan penembakan rudal taktis yang memiliki jarak capai 300 Km.
Pada tahun 2012, Astros sudah digunakan di lima negara di dunia sejak generasi I. Secara kualitas perbandingan antara Alutsista Astros II memiliki kelebihan daripada salah satu saingannya T-122/300 baik dari Inovasi teknologi dan kehandalannya. Keunggulan kualitas juga meliputi teknologi munisi container launcher yang memberikan fleksibilitas tinggi dalam penggunaan munisi berbagai kaliber sesuai kebutuhan. Kemampuan daya hancur terhadap personel dan materiil lapis baja munisi Astros II didukung oleh penggunaan teknologi sub munisi sehingga mampu melipatgandakan efek kehancuran daerah.
Sista yang dioperasionalkan oleh Batalyon Artileri Medan 1 terus mengalami peningkatan seiring dengan modernisasi Alutsista TNI. Awalnya merupakan Batalyon Artileri Lapangan 1 dan berubah menjadi Batalyon Artileri Medan 1/76 yang menggunakan alat utama sistem senjata berupa Meriam 76 mm M 48-B1-A1-I buatan Yugoslavia. Ukuran M-48 ini relatif dengan berat secara keseluruhan hanya 680Kg, kaliber 76mm, atau persisnya 76,2 mm. Meriam ini termasuk kategori buyut, alias sudah memperkuat jajaran Kostrad cukup lama. Ditinjau dari segi daya gempur, M-48 punya jarak jangkau proyektil antara 7.800 - 8.750 meter. Sudut elevasi laras bisa diset secara manual mulai -15/+45 derajat. Kecepatan luncur proyektil mencapai 387 meter/detik, dan dalam tingkat kesiapan tinggi, awak M-48 dapat menembakkan hingga 25 peluru per menit. Satu pucuk M-48 diawaki oleh 6 personel. Dengan menggunakan basis towed, meriam ini dapat ditarik jip hingga kecepatan maksimum 30Km/jam.
Pada perkembangannya yaitu pada tahun 1974 Yonarmed 1/76 menjadi Batalyon Artileri Medan 1/Komposit dengan alat utama sistem senjata berupa Meriam 105 mm HOW MM 101 A1 buatan Amerika. Senjata ini dapat memberikan tembakan arah langsung, baik untuk sasaran diam atau bergerak, seperti tank. Bobot amunisi terbilang berat, untuk amunisi jenis HE (high explosive) misalnya, bias mencapai 19kg, dan menjadi titik lemah meriam ini adalah pada kecepatan tembak per menitnya yang terbilang rendah, dengan loading manual, rata-rata 1 menit hanya mampu ditembakan 3.Tepatnya Tahun 2014 Yonarmed 1/105 Tarik telah mengawaki Senjata MLRS Astros II MK6 buatan Brasil hingga sekarang.
Dengan Alutsista moderen yang dimiliki TNI dan didukung oleh profesionalisme prajurit maka Indonesia tidak dapat dipandang sebelah mata oleh negara manapun juga. Semangat juang dan jiwa pemenang yang dimiliki oleh setiap prajurit Kostrad akan manjadi faktor penentu keberhasilan dalam melaksanakan Tugas. Kapten Inf Dony Rahmad Putra, S.Sos., M.A.P.
Prajurit Kostrad Siap Menjaga Dan Mengawal Kedaulatan NKRI
Sumber : https://kostrad.mil.id/post_artikel/mengenal-sistem-senjata-yon-armed-1-kostrad/

Batalyon Kavaleri 1 Kostrad TNI AD

 Batalyon Kavaleri 1 Kostrad TNI AD


Di era perang kemerdekaan Indonesia, kendaraan lapis baja turut serta mengambil bagian sebagai senjata andalan oleh negara Belanda, Jepang maupun Inggris dalam melakukan misinya untuk menduduki dan menguasai bumi pertiwi Indonesia. Kendaraan lapis baja yang ada pada waktu itu tak secanggih dengan yang ada pada masa sekarang. Leopard merupakan salah satu jenis tank kelas berat dan modern, Main Battle Tank (MBT) buatan Jerman, banyak dimiliki oleh negara-negara dunia antara lain Denmark, Finlandia dan Portugal dan juga Singapura. Untuk menjaga wilayah Indonesia yang luas dengan medan berbukit, hutan dan rawa, tentunya memerlukan kendaraan tempur (ranpur) yang tangguh dan handal. Kita patut bersyukur, saat ini TNI sudah memiliki Tank MBT Leopard yang dioperasionalkan dibawah naungan Kostrad, salah satunya yaitu Batalyon Kavaleri 1/ Badak Ceta Sakti yang berkedudukan di Cijantung, Jakarta Timur.
MBT Batalyon Kavaleri 1 Kostrad TNI AD
MBT Batalyon Kavaleri 1 Kostrad TNI AD 

Awal lahirnya satuan lapis baja dimulai sejak pasca kemerdekaan Republik Indonesia. Dengan pengakuan secara defacto kedaulatan Negara Indonesia, maka berakhir pula kekuasaan dan pendudukan Belanda di bumi Tanah Air Indonesia. Sehingga pada saat itulah diadakan pengambilalihan kekuasaan baik Sipil maupun Militer dengan segala perlengkapannya. Pada masa transisi kekuasaan militer, belum ada kepastian terhadap bekas tentara KNIL untuk dijadikan anggota TNI, kendaraan lapis baja pun banyak yang lalu lalang dan sebagian ada yang dibawa pulang ke rumahnya. Setelah ada keputusan dari pihak TNI, maka bekas tentara KNIL tersebut dengan realisasi dari Perwira senjata bantuan Panser pada saat itu dibentuklah satu kesatuan Panser yang disebut Eskadron I yang merupakan cikal bakal kesatuan-kesatuan Kavaleri dewasa ini.
Pimpinan Angkatan Darat membentuk organisasi satuan lapis baja dengan Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor: 5 / KSAD / Pntp / 50 tanggal 9 Februari 1950 tentang pembentukan Satuan Berlapis Baja. Sehingga tanggal 9 Februari 1950 ditetapkan sebagai Hari Jadi Kavaleri TNI­ AD. Dengan kondisi persenjataan dan ranpur yang ada, Panglima Teritorium III / Siliwangi meresmikan berdirinya Eskadron 1 Lapis Baja dengan kekuatan 16 ranpur yang terdiri dari Humber Panser, Tank Stuart, Body Car, dan Fordlynk. Lambang Badak secara resmi menjadi lambang satuan tersebut dengan dipimpin oleh oleh Kapten Kav M. Manopo.
Pemantapan organisasi TNI AD terus dilakukan, dengan terbentuknya “Korp Tentara Ke-1/Tjadangan Oemoem Angkatan Darat” (Korra I/Caduad) pada tanggal 6 Maret 1961 mengharuskan untuk memenuhi kebutuhan personel dan persenjataan dari berbagai kesatuan antara lain Kodam Siliwangi, Kodam Diponegoro serta Kodam Brawijaya. Yonkav 1 ikut terpilih menjadi organik Kora 1 Caduad tepat 10 April 1961.
Sejak berdirinya Yonkav 1/Badak Ceta Cakti, terus berkiprah mengatasi berbagai gerakan separatis dan pemberontakan dalam negeri, yang berupaya memecah belah keutuhan bangsa Indonesia. Tahun 1961/1962, Batalyon ini ikut berperan dalam operasi menghadapi pemberontakan DI/TII di Jawa Barat. Pada tahun 1963, Detasemen Krida Cakti Yonkav 1 Caduad ikut serta beroperasi membebaskan Irian Barat dibawah pimpinan Letkol Kav. Sukarto. Dan tahun 1965, batalyon ini ikut pula beroperasi menghadapi pemberontakan yang dilakukan oleh PKI terutama di Jakarta dan Jawa Barat. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya, antara 1975 hingga 1981, Yonkav 1 Kostrad memperoleh tugas negara dalam operasi Seroja di Timor Timur. Sampai dengan saat inipun, Yonkav 1 Kostrad tetap selalu berperan aktif dalam melaksanakan tugas operasi di dalam negeri dalam rangka OMSP dalam misi kemanusiaan dan tugas operasi di luar negeri sebagai pasukan misi perdamaian seperti di Kamboja , Bosnia dan Lebanon tahun 2007-2009.
Batalyon Kavaleri 1 Kostrad memiliki Alutsista berupa Tank Leopard 2 RI, Leopard 2A4, Marder yang berkedudukan di Kompi. Disamping itu juga terdapat Tank Armoured Recovery Vehicle (ARV), Tank Armoured Enginering Vehicle (AEV) dan Tank Armoured Vehicle Launched Bridge (AVLB) yang berkedudukan di Kompi Markas. Setiap Kompinya terdiri atas 13 ranpur. Tank canggih ini berawak 4 orang prajurit yang terdiri atas Danran, Baknon, Loader dan Driver.
Kemampuan Tank MBT Leopard 2 A4 sebagai tank tempur utama yang dirancang untuk pertempuran dengan konflik intensitas tinggi di medan terbuka. Setelah MBT Leopard 2 A4 diupgrade menjadi Leopard 2 RI, maka tank ini cocok juga untuk pertempuran kota dengan intensitas rendah. Tank ini dilengkapi dengan paket baja komposit baru Advanced Modular Armour Protection (AMAP), yaitu paduan modern bahan nano-keramik, titanium dan baja. Komposisi Armour ini memberikan perlindungan tingkat tinggi terhadap berbagai ancaman termasuk serangan Anti Tank, Ranjau, RPG dan IED (Improvised Explosive Device / bom rakitan). Senjata utama menggunakan Kanon L44 kaliber 120 mm Smoothbore Rheinmetall dan mesin MTU MB-837 Ka 501 diesel 1500 Horse Power. Kapten Inf Dony Rahmad Putra, S.Sos., M.A.P.
Sumber : https://kostrad.mil.id/post_artikel/mengenal-batalyon-kavaleri-1-kostrad/

TNI AD Tambah Satu Batalyon Armed Self Propelled Howitzer CAESAR

Batalyon Armed Self Propelled Howitzer CAESAR Buatan Perancis


Puas dengan performa Howitzer Swa Gerak atau Self Propelled Howitzer TRF-1 CAESAR (Camion Equipe’ d’un Syste’me d’ ARtillerie) 155 mm, TNI AD dipastikan akan menambah satu Batalyon Armed (Artileri Medan) dengan kekuatan Howitzer CAESAR besutan Nexter, manufaktur persenjataan asal Perancis. Saat ini setidaknya 36 unit CAESAR 155 mm telah melengkapi kekuatan dua Yon Armed, yakni Yon Armed 9 di Purwakarta, Jawa Barat dan Yon Armed 12 di Ngawi, Jawa Timur. Keduanya adalah Yon Armed dalam jajaran Kostrad. Dan ada satu unit CAESAR untuk pelatihan di Pusdik Armed.
Bakal bertambahnya satu batalyon CAESAR 155 mm TNI AD diketahui setelah pihak Nexter Group merilis informasi dalam ajang IDEX 2017 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, disebutkan bahwa Nexter telah menandatangani kontrak baru dari Kementerian Pertahanan (Kemhan) untuk pengadaan 18 unit Howitzer SPH CAESAR 155 mm. Satu Yon Armed dengan komponen CAESAR terdiri dari 18 unit ransus (kendaraan khusus) pembawa meriam 155 mm. Selain sistem artileri, Nexter dikabarkan juga akan menyediakan fire control system (FINDART) dan simulator CAESAR untuk pelatihan dan lebih dari 50 kendaraan tambahan artileri medan yang akan dirakit di Indonesia oleh mitra lokal PT Pindad.
Sebagai operator, Yon Armed TNI AD di kawasan Cipatat dan Lumajang telah melakukan serangkaian uji coba penembakkan Howitzer CAESAR untuk jarak tembak sasaran 18 km, 20 km, 30 km, sampai 40 km.
Howitzer CAESAR
Howitzer CAESAR 

CAESAR 155 mm dipasang pada platform truk Renault Defense Sherpa 5 dengan penggerak 6×6. Dengan platform truk, baik meriam, kru, dan amunisi bisa dibawa dalam satu unit, sehingga bisa digelar lebih cepat. Truk Sherpa 5 sudah dirancang khusus dengan penguatan chasis, bahkan ada teknologi yang diterapkan pada ranpur beroda yakni CTIS (Central Tire Inflation Systems) untuk mengatur tekanan ban dari dalam kabin juga disematkan, sehingga CAESAR bisa berjalan di beragam medan berat.
Dalam gelar operasinya, CAESAR membawa 6 awak, dimana untuk urusan kabin sudah dilengkapi perlindungan anti Nubika (nuklir, biologi, dan kimia). Lapisan body truk ini pun sudah dibuat kebal untuk menahan proyektil peluru kaliber 7,62 mm dan pecahan mortar kaliber 80 mm.
Jarak tembak maksimum CAESAR adalah 42.000 meter dan jarak tembak minimum 4.500 meter. Kecepatan tembak meriam ini dapat memuntahkan 6 proyektil untuk setiap menitnya. Hebatnya sistem pemuatan amunisi sudah mengaplikasikan jalur otomatis ala revolver, pengisi tinggal menaruk proyektil ke rak, dan pengisi akan memasukkannya langsung ke dalam kamar peluru.
Sistem manajemen penembkkan CAESAR sudah tergolong canggih dan akurat, mengadopsi teknologi FAST buatan Nexter EADS yang dibekali ROB4 muzzle velocity radar systems, SAGEM SIGMA 30 navigation systems, dan tentunya GPS (Global Positioning Systems). SIGMA 30 merupakan intertial guidance system pertama di dunia yang langsung ditempelkan ke landasar meriam, menjadikan akurasi maksimal karena berada dekat dengan laras. Untuk urusan amunisi, ada jenis LU211HE, LU211M, Ogre, SAMPRASS, BONUS MK.2 dan SPACIDO.
CAESAR 155 mm secara keseluruhan memiliki bobot 18,5 ton, keunggulan lain dari sista ini adalah dalam mobilitas. Bila CAESAR jadi dibeli TNI AD, maka 1 unit CAESAR dapat dibopong oleh pesawat angkut berat C-130H TNI AU. Sedangkan untuk Airbus A400M dapat membawa 2 unit CAESAR siap tempur. (Gilang Perdana)
Sumber : http://www.indomiliter.com/

Interested for our works and services?
Get more of our update !