V-150 Commando |
Biarpun TNI AD terus mendatangkan beragam jenis panser baru untuk mencapai kekuatan esensial minimum, panser beroda ban V-150 yang menjadi tulang punggung Batalyon Kavaleri 7 Sersus (Panser Khusus) masih belum terdengar akan diganti.
Panser yang kenyang akan asam garam pertempuran ini sudah mencicipi perang di Timor-timur, Aceh, dan Papua. Seluruh trouble spot di dalam negeri sudah mendapat ‘sentuhan’ garangnya panser yang sering disebut ‘mobil setan’ oleh awaknya ini.
V-150 sendiri merupakan hasil pengembangan dan kawin silang dari panser V-100 dan V-200 buatan perusahaan Cadillac Gage.
V-100 dibeli oleh Polisi Militer AD AS untuk kendaraan pengaman konvoi di Vietnam. Sedangkan V-200 adalah model ekspor yang ditawarkan sebagai produk militer komersial.
V-150 menjadi model tengah yang memanfaatkan desain V-100 dengan mesin dan transmisi yang lebih bertenaga.
Desain lambungnya sudah mengadopsi V-hull yang antiranjau membuatnya tahan dari ledakan ranjau yang sudah dibuktikan tidak hanya sekali-dua kali oleh prajurit Kavaleri TNI AD.
Uniknya, kisah pembelian V-150 sendiri justru berasal dari inisiatif Kolonel (Polisi) Jusuf Chuseinsaputra saat berkunjung ke Amerika Serikat (AS) pada tahun 1970-an.
Saat itu ia sedang mencari panser pengganti M8 Greyhound milik Brimob. Dalam kunjungannya ia meminta dicarikan informasi terkait panser V150 buatan Cadillac Gage. Informasi tersebut kemudian dibawa kembali ke Indonesia.
Panglima ABRI saat itu, Jenderal M. Panggabean, tertarik pada V-150 karena harganya yang terjangkau. TNI AD saat itu juga mempertimbangkan panser roda rantai M113 yang berjaya di Vietnam, tetapi harganya waktu itu terlalu mahal.
Pemerintah Indonesia pun melakukan pendekatan intensif ke AS agar diijinkan untuk dapat membeli V-150. Presiden Soeharto pun melakukan pendekatan khusus kepada Menlu AS Henry Kissinger. Jenderal M. Panggabean juga terus bernegosiasi dengan Dubes AS untuk Indonesia David Newsom.
Hasilnya, AS setuju untuk mendanai melalui program pembiayaan FMS (Foreign Military Sales) di tahun anggaran 1974 yang berbunga lunak.
Cadillac Gage kemudian menunjuk PT. Sunda Karya sebagai agen di Indonesia untuk mengurus administrasi dan menjadi penghubung dengan TNI AD.
Biaya yang dibutuhkan untuk membeli V-150 seluruhnya bernilai USD 7,9 juta. Pemerintah AS setuju jumlah total V-150 yang dibeli oleh TNI AD adalah 58 unit.
Jumlah ini cukup untuk menjadi modal membentuk satu Batalyon, dalam hal ini Yonkav 7 Sersus yang berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur.
Dari total 58 unit, 46 unit di antaranya adalah varian dengan kubah sederhana yang bersenjatakan dua pucuk senapan mesin M60. Sementara 12 unit sisanya tampil dengan kubah yang mengusung kanon 90mm L28 Mecar gun yang merupakan kanon dengan alur (rifled).
Kanon 90 mm ini merupakan kanon bertekanan rendah. Performanya mirip dengan kanon Cockerill MkIII yang kemudian mempersenjatai tank ringan Scorpion 90.
Uniknya, pemerintah AS bertindak selaku end user yang mewakili pemerintah Indonesia dalam proses sertifikasi kubah dan kanon Mecar yang dibeli dari Belgia.
Dari total 58 unit itu, empat unit dialokasikan untuk satuan Paspampres sebagai kendaraan escape Presiden Soeharto dan keluarga dalam kondisi darurat.
Pemindahan ke istana ini dilakukan secara diam-diam. Pasalnya, AS secara eksplisit tidak setuju apabila V-150 digunakan menjaga istana. Mereka khawatir panser itu akan digunakan untuk menembaki massa apabila terjadi demonstrasi terhadap pemerintah.
V-150 mulai dikapalkan dari AS ke Indonesia pada tahun 1975. Penampilan perdana V-150 di depan publik terjadi dalam parade hari ABRI 5 Oktober 1976.
Saat itu V-150 bergabung dengan sejumlah alutsista lain yang juga baru diperkenalkan ke publik, seperti OV-10 Bronco, Fokker F-27 Troopship, dan CASA-212.
Tak lama setelahhnya, V-150 pun dikapalkan ke Timor-timur untuk melaksanakan misi tempur menumpas Fretilin. Palagan Timor-Timur inilah yang menjadi pembuka lembaran awal sejarah panjang kiprah V-150 di Indonesia. Aryo Nugroho
Sumber : http://angkasa.co.id/
Tidak ada komentar:
Write Comments