Belajar teknologi kapal selam prancis
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menjadi salah satu lembaga pemerintah yang akan bekerja sama dengan institusi penelitian dan pengembangan (litbang) Perancis. Rangkaian kerja sama ini menjadi rangkaian lawatan Presiden Perancis, Francois Hollande ke Indonesia.
Dua institusi litbang Perancis yang hari ini mengadakan pertemuan dengan BPPT, yakni INSA dan CEA.
kapal selam |
Kepala BPPT, Unggul Priyanto, menyampaikan bahwa Perancis cukup maju dalam hal riset di bidang energi serta informasi dan teknologi komunikasi (ICT). Dalam hal energi misalnya, Unggul menjelaskan, seperti energi terbarukan seperti solar cell, fuel cell, dan teknologi baterai. Sementara itu, di bidang ICT, seperti security dan micro electronic.
“Atau teknologi lain, seperti manufakturing, kapal selam kalau mungkin (dikerjasamakan),” ujar Unggul usai courtesy call BPPT dengan CEA dan INSA Perancis di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta Rabu 29 Maret 2017.
Terkait kapal selam, Unggul mengatakan, erat kaitannya dengan teknologi baterai. Sebab, kualitas kapal selam tergantung sekali dengan kualitas baterainya.
“Jadi, kapal selam ketika menyelam, energi mengandalkan baterai, semakin qualified baterainya, semakin lama bisa menyelam,” kata Unggul.
Sementara itu, kapal selam bisa menyelam juga karena beban dari baterai. Sekitar 60 persen berat kapal selam adalah berat baterai.
Kapal selam yang dikembangkan BPPT, baterainya terbuat dari lithium ion. Saat ini, kekuatan durasi menyelamkan kapal selama empat hari.
Sementara itu, Perancis, telah mengembangkan baterai sodium-ion. Diklaim, baterai pengganti lithium ini lebih murah dan memiliki kerapatan penyimpanan energi sangat tinggi, ketersediaan sodium pun melimpah.
“Kami masih lihat (hasil riset Perancis) baterai sodium ion ini,” tutur Unggul.
Selain di atas, BPPT juga menjalin kerja sama pendidikan untuk periset.
Unggul menyatakan, tak dipungkiri bahwa tenaga peneliti dari BPPT dan lembaga litbang lain di Indonesia masih minim yang menempuh S3 atau doktor. Disebut, BPPT baru sembilan persen, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tujuh persen, bahkan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) hanya tiga persen.
sumber: viva.co.id
Tidak ada komentar:
Write Comments